Pemanfaatan Flavor Modulator: AMP Sebagai Agen Pereduksi Rasa Pahit Garam Rendah Natrium Di Substitusi Kalium
Sup adalah salah satu contoh masakan yang berasal dari daging dan sangat digemari di Indonesia. Berbagai macam jenis sup yang ada di Indonesia seperti halnya sup ayam, sup tulang, sup ikan, dan sup daging, biasanya dicampur dengan menggunakan sayuran dan bumbu lainnya. Bumbu sederhana yang biasa digunakan dalam pembuatan sup yaitu jahe, serai, bawang putih, bawang merah, merica, daun bawang, daun seledri, garam dan penyedap rasa seperti halnya kaldu ayam pada pembuatan sup ayam. Sup yang dibuat di Indonesia memiliki flavor yang khas yaitu sedap, gurih, asin, dan umami. Selain digemari karena rasanya yang enak, sup terutama sup ayam juga biasa dihidangkan untuk pasien yang sedang dirawat di rumah sakit sebab sup memiliki kandungan yang baik bagi kesehatan.
Sup memiliki rasa asin dan umami diakibatkan oleh adanya penambahan garam dapur yang biasanya mengandung komponen utama yaitu NaCl (Natrium Klorida/mineral) 94.7%, air 7 %(maksimal) dan Kalium Iodat mineral 30 ppm, serta senyawa-senyawa lain sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan nutrition facts, pada takaran 100 gram garam dapur itu mengandung sekitar 38.758 mg natrium dan 8 mg kalium. Kandungan natrium pada garam dapur yang tinggi dapat mengakibatkan hipertensi jika garam dapur dikonsumsi secara berlebih. Hal ini dikarenakan natrium yang dikonsumsi berlebih dapat membuat tubuh jadi meretensi cairan, yang mana akan meningkatkan volume darah sehingga jantung harus memompa keras untuk mendorong volume darah yang meningkat tersebut melalui ruang yang semakin sempit yang akibatnya adalah hipertensi. Oleh karena itu, dewasa ini penggunaan garam sering diganti menggunakan garam rendah natrium dengan nutrition facts yaitu pada takaran penyajian 1.2 gram, mengandung 290 mg natrium, 43.9 ppm iodium dan 240 mg kalium(Salman et al. 2019).
Dilihat dari kandungan nutrisi pada garam dapur dan garam rendah natrium tersebut dapat dihitung bahwa pada takaran yang sama yaitu 1.2 gram, garam dapur mengandung sekitar 465.07 mg natrium dan 0.096 mg kalium. Hasil ini menunjukkan bahwa pada garam rendah natrium ini telah dilakukan pengurangan jumlah natrium dan peningkatan jumlah kalium pada garam. Kalium ditingkatkan untuk menutupi dari jumlah natrium yang telah dikurangi tersebut. Namun, berdasarkan jurnal yang ditulis oleh McGregor (2007), kalium dapat meningkatkan persepsi rasa pahit yang tidak disukai oleh konsumen, sehingga perlu diterapkan flavor modulator dalam bentuk senyawa yang dapat berperan sebagai agen pereduksi persepsi rasa pahit tersebut. Adapun senyawa yang dapat digunakan sebagai flavor modulator terhadap pengurangan rasa pahit pada kalium adalah senyawa Adenosin 5’-monofosfat (AMP) (McGregor 2007). Oleh karena itu, penulis bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada pembaca terkait salah satu contoh penerapan flavor modulator berupa penggunaan senyawa Adenosin-5’-monofosfat (AMP) yang bisa mereduksi persepsi rasa pahit terhadap pengaplikasian garam tinggi kalium pada masakan sup dengan penambahan garam rendah natrium yang lebih aman untuk mengurangi potensi terjadinya hipertensi.
Garam Natrium Penyebab Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyakit berbahaya yang sering kali terjadi. Berdasarkan WHO, 1.13 miliar individu di dunia terdiagnosis mengalami hipertensi(Gonidjaya et al. 2021), dan di Indonesia prevalensi hipertensi berkisar 31,7% yang mana artinya yaitu hampir 1 dari 3 penduduk usia 18 tahun ke atas mengidap hipertensi(Misda et al. 2017). Penyakit ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti obesitas atau kelebihan berat badan, mengonsumsi minuman beralkohol, usia, riwayat keluarga dengan hipertensi dan mengonsumsi makanan tinggi garam(Huang et al. 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elvivin et al. (2015), jumlah responden yang mengonsumsi garam dan kemudian terkena penyakit hipertensi itu lebih banyak dibandingkan ketika responden mengkonsumsi garam dalam jumlah rendah.
WHO dalam Almatsier (2007), telah memberikan rekomendasi terhadap batas penggunaan garam yaitu tidak lebih dari dari 2400 miligram atau 6 gram per hari. Penggunaan garam ini perlu dibatasi sebab berdasarkan penelitian He et al. (2002), setelah dilakukan uji meta-analisis dalam mengukur intervensi diet garam dilakukanlah percobaan terhadap 17 orang dengan tekanan darah tinggi dan 11 orang dengan tekanan darah normal, didapati bahwa ketika melakukan pengurangan 100 mmol (6 gram) garam, terjadi penurunan tekanan darah sebesar 7.11 mmHg (sistolik) dan 3.88 mmHg(diastolik) (P < 0,001 untuk keduanya) pada mereka dengan tekanan darah tinggi(hipertensi), sedangkan pada mereka dengan tekanan darah normal, terjadi pengurangan sebesar 3.57 mmHg (sistolik) dan 1.66 mmHg(diastolik)(P < 0,001 dan P < 0,05, masing-masing).
Garam yang umumnya digunakan sebagai bumbu masakan yaitu garam NaCl. Garam dengan komponen yaitu natrium. Natrium inilah yang bisa mengakibatkan hipertensi. Hal ini didukung oleh kesimpulan yang ditarik oleh Kurniasari dan Andriani (2018) berdasarkan data WHO, bahwa terjadinya peningkatan hipertensi itu berkaitan dengan adanya peningkatan jumlah konsumsi natrium. Selanjutnya, berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Nagata et al. (2004), setelah dilakukan penurunan jumlah natrium rata-rata sebanyak 77 mmol/hari didapati dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 1.9 mmHg (95% CI, 1.2 hingga 2.6 mmHg) dan tekanan darah diastolik sebesar 1.1 mmHg (95% CI, 0.6 hingga 1.6 mmHg).
Substitusi garam natrium dengan kalium
Garam yang biasa digunakan jika disubstitusi kandungan natriumnya maka disebut sebagai garam rendah natrium atau lebih dikenal sebagai garam lososa yaitu singkatan dari low sodium salt. Garam lososa mengandung jumlah natrium yang lebih rendah dibandingkan yang terkandung di dalam garam konsumsi pada umumnya dan mengandung jumlah kalium yang tinggi untuk menggantikan fungsi daripada natrium. Tujuan dari digunakannya garam rendah natrium ini sebenarnya adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah sehingga dapat menuju normal(Palimbong et al. 2018). Kalium sering dipilih sebagai substitusi natrium pada garam lososa ini. Hal ini dikarenakan kalium memiliki banyak fungsi yaitu dalam hal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, relaksasi otot dan transmisi saraf(Tulungnen et al. 2016). Selain itu, jika mengonsumsi kalium sesuai dengan anjuran kebutuhan minimum kalium bisa menurunkan tekanan darah pada wanita yang menderita hipertensi dengan kategori ringan hingga sedang jika didasarkan pada teori asupan kalium(Fitri et al. 2018).
Namun, garam kalium klorida memiliki kekurangan yaitu dapat memberikan rasa pahit yang khas (Rysová dan Šmídová 2021). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh Shibata et al. (2016), penambahan larutan kalium laktat 0.4-0.8% dikombinasi garam NaCl dan MSG dicirikan oleh rasa asin dan ringan yang lemah, dan rasa yang agak pahit pada model sup bening dibandingkan ketika menggunakan penambahan natrium laktat pada kombinasi ini. Kemudian juga pada percobaan yang dilakukan pada proses pengasapan ikan salmon oleh Muñoz et al. (2020) menggunakan sampel kontrol yaitu pengasapan ikan salmon dengan penambahan garam KCl 5%, didapati bahwa pada sampel salmon dengan kadar KCl 50% rasanya lebih pahit dibandingkan sampel kontrol.
Penerapan senyawa AMP sebagai flavor modulator dari garam di substitusi kalium
Pengurangan rasa pahit dan peningkatan rasa asin serta umami pada garam kalium dapat menggunakan flavor modulator berupa penambahan senyawa Adenosin-5’-Monofosfat (AMP). AMP adalah nukleotida dari basa purin yang mana merupakan komponen struktural dari DNA dan RNA. Berdasarkan Wang et al. (2015), dikatakan bahwa AMP sering ditambahkan dalam produk pangan berupa sup daging dan unggas sebagai flavor modifier. Selain itu, berdasarkan Aramouni dan Deschenes (2015), AMP dapat digunakan untuk pengembangan produk baru sebab dapat memberikan rasa umami dan dapat menghalangi rasa pahit pada makanan. Ming et al. (1999) pada ujinya telah mendapati bahwa AMP menghambat aktivasi transdusin dan memblokir perilaku dan respons saraf gustatori. Adapun struktur dari AMP yaitu sebagai
berikut:
Peran AMP sebagai flavor modulator dari garam rendah natrium telah diuji berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh McGregor(2007), setelah melakukan studi terhadap mencit didapati bahwa AMP meningkatkan palatabilitas larutan pahit, dan rekaman elektrofisiologis menunjukkan penurunan aktivasi respons saraf terhadap senyawa pahit dengan adanya AMP. Serta dilakukan pula olehnya percobaan pengamatan terhadap efek AMP terhadap rasa sup rendah natrium yang disubstitusi oleh garam kalium, didapati bahwa ketika dilakukan penambahan AMP dan kalium itu rasa pahitnya kurang jika dibandingkan dengan hanya menambahkan garam kalium saja.
Kemudian, penerapan garam rendah natrium juga sudah diuji coba pada produk pangan mandai goreng yang dilakukan oleh Salman et al. (2019), ketika digunakan garam rendah natrium dengan konsentrasinya dalam larutan ada yang 2%, 6% dan 10% didapati bahwa penggunaan garam rendah natrium pada konsentrasi 2% lebih disukai rasanya dibandingkan ketika menggunakannya dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan penggunaan garam rendah natrium dengan konsentrasi berlebih dapat memicu timbulnya rasa asin cenderung pahit. Oleh karena itu dilakukan penambahan AMP yang dapat mengurangi rasa pahit pada kalium ini.
AMP yang tujuannya ditambahkan dalam masakan untuk menghilangkan rasa pahit garam kalium ini digolongkan sebagai senyawa yang dapat berperan sebagai flavor modulator sebab berdasarkan definisi flavor modulator menurut Durrschmid (2012), merupakan modifikasi flavor pada tahap apapun di proses persepsinya untuk tujuan tertentu. Mengatasi ketika terjadinya defect flavor biasanya yang menjadi tujuan umum dari diterapkannya flavor modulator. Ini bisa berupa peningkatan rasa yang disukai dan menghilangkan rasa yang tak disukai dengan cara menerapkan pengetahuan terkait interaksi bimodal, interaksi antar sensasi kimia dan modulasi menggunakan senyawa kimia.
Demikianlah penjelasan dari saya, lebih dan kurang saya mohon maaf, terima kasih sudah membaca:))
Daftar Pustaka
Almatsier, Sunita. 2007. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia.
Aramouni F and Deschenes K. 2015. Methods for developing new food products. Pennsylvania:Destech publications.
Elvivin, Lestari H, Ibrahim K. 2016. Analisis faktor kebiasaan mengkonsumsi garam, alkohol, kebiasaan merokok dan minum kopi terhadap kejadian hipertensi pada nelayan suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Munar Barat Tahun 2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. 1(3): 1-12.
Fitri Y, Rusmikawati, Zulfah S, Nurbaiti. 2018. Asupan natrium dan kalium sebagai faktor penyebab hipertensi pada usia lanjut. Aceh Nutrition Journal. 3(2): 158-163. Doi:10.30867/action.v3i2.117.
Gonidjaya JJ, Que BJ, Kailola NE, Asmin E, Titaley CR, Kusadhiani I. 2021. Prevalensi dan karakteristik penderita hipertensi pada penduduk Desa Banda Baru Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2020. Patimura Medical Review. 3(1):46-59.
He FJ, MacGregor GA. Effect of modest salt reduction on blood pressure: a meta-analysis of randomized trials. Implications for public health. J Hum Hypertens. 2002;16(11):761–770.
Huang X, Zhou Z, Liu J, Song W, Chen Y, Liu Y, Zhao S. 2016. Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension Among China’s Sichuan Tibetan Population: A Cross-Sectional Study. Clinical and Experimental Hypertension. 38(5):457–463. https://doi.org/10.3109/10641963.2016.1163369.
Kurniasari R, Andriani E. 2018. Pengaruh asupan natrium dalam makanan jajanan terhadap tekanan darah remaja (uji cross sectional pada mahasiswa tingkat pertama fakultas ilmu kesehatan UNSIKA). Nutrire Diaita. 10(2): 41-48.
McGregor R. 2005. Modifying Flavour in Food. Cranbury(USA):Linguagen Corporatio Ming D, Ninomiya Y.
Margolskee RF. 1999. Blocking taste receptor activation of gustducin inhibits gustatory responses to bitter compounds. Neurobiology. (96):9903-9908.
Misda, Hariyanto T, Ardiyanti VM. 2017. Penurunan tekanan darah penderita hipertensi setelah penerapan pola nutrisi diet rendah natrium III di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Nursing News. 2(3):368-376.
Muñoz I, Guàrdia MD, Arnau J, Dalgaard P, Bover S, Fernandes JO. Monteiro C, Cunha SC, Gonçalves A, Nunes ML, Oliveira H. 2020. Effect of the sodium reduction and smoking system on quality and safety of smoked salmon (Salmo salar). Food Chemical Toxicol. 143: 111554.
Nagata C, Takatsuka N, Shimizu N, Shimizu H. 2004. Sodium intake and risk of death from stroke in Japanese men and women. Stroke. 35(7):1543–1547. doi.org/10.1161/01.STR.0000130425.50441.b0.
Palimbong S, Kurniasari MD, Kiha RR. 2018. Keefektifan diet rendah garam I pada makanan biasa dan lunak terhadap lama kesembuhan pasien hipertensi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 3(1):74-89.
Rysová J, Šmídová Z. 2021. Review effect of salt content reduction on food processing technology. Foods. 10(9):1-30. https://doi.org/10.3390/foods10092237.
Salman Y, Herbiati S, Yasmin F. 2019. Analisis penggunaan garam low sodium salt terhadap kadar natrium dan daya terima mandai goreng. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 15(1):63-69. ISSN 0296-3942.
Shibata K, Kobayashi Y, Watanabe T, Yasuhara Y. 2013. Effect of adding potassium lactate on the sensory characteristics of five basic taste solutions and a clear soup model. Lima Rasa Dasar dan Sup Sushi. 46(6):381-388.
Tulungnen RS, Sapulete IM, Pangemanan DHC. 2016.Hubungan kadar kalium dengan tekanan darah pada remaja di Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolang Mongondow Utara. Jurnal Kedokteran Klinik. 1(2): 37-45.
Wang D, Deng S, Zhang M, Geng Z, Sun C, Bian H, Xu W, Zhu Y, Liu F, Wu H. 2016. The effect of adenosine 5′ -monophosphate (AMP) on tenderness, microstructure and chemical–physical index of duck breast meat. J Sci Food Agric. 96:1467–1473. doi: https://doi.org/10.1002/jsfa.7243.